Penghambat Utama Menulis


Bagi yang baru mulai menulis, atau bagi mereka yang semangat menulisnya “angot-angotan”, biasanya mengalami kendala dalam memilih kata. Bahkan beberapa tulisan kutemukan masih berantakan ejaan Bahasa Indonesia-nya. Meskipun topik yang ditulisnya menarik, tetapi jika banyak kesalahan kata dan ejaan, tentu melelahkan.

Membaca tulisan yang enak memang mengasyikkan. Bahkan kita bisa terkejut ketika menyadari telah berjam-jam hanyut dalam kisah yang tertulis dengan apik. Para penikmat novel sering mengalami hal seperti itu. Tetapi kadang membaca juga melelahkan. Ini bisa dirasakan oleh para editor. Seperti yang pernah kualami ketika mendapatkan freelance job, mengedit beberapa naskah media dan buku.

Pikiran akan terasa lelah ketika membaca naskah yang tak jelas maksudnya. Belum lagi jika ditambah dengan tanggung jawab untuk memperbaiki kesalahan ejaan. Makin melelahkan! Membaca tulisan yang tidak runut dan tak jelas arahnya saja sudah lelah. Apalagi jika harus mengaitkan antara paragraf satu dengan lainnya agar lebih sistematis.

Aku teringat ketika masih menjadi pemimpin redaksi sebuah majalah kebudayaan. Dulu sekali. Dua teman redaksiku, CR dan Oeban terlibat perdebatan karena sebuah naskah yang tak jelas tujuannya. Awalnya CR mengedit naskah sendirian. Ketika ia lelah, Oeban berniat membantu. Tapi yang terjadi malah keduanya berdebat, berkira-kira tentang maksud penulisnya. Sementara aku hanya tersenyum menyaksikan kedua teman redaksiku yang gigih bekerja pada pukul 2 dini hari itu. Akhirnya, mereka berdua sepakat untuk break dan makan nasi goreng dulu. Begitulah contoh kecil manakala kita menjadi editor. Perlu kesadaran untuk memberikan peluang bagi para penulis pemula dan perlu kesabaran untuk mengemas agar naskah kacau menjadi lebih layak untuk dibaca.

Banyak membaca amat bermanfaat bagi penulis. Apa yang melelahkan CR dan Oeban disebabkan tulisan yang berantakan dan boleh jadi penulisnya punya pengalaman sedikit membaca. Orang yang mau terjun ke dunia menulis, sebaiknya membaca beragam karya tulis. Jangan hanya satu kategori saja. Makin luas bacaan kita, makin luas wawasan. Contohnya, bagaimana bisa seorang penulis mengisahkan tentang pasien yang sedang konsultasi kesehatan ke dokter, kalau ia tak pernah membaca informasi tentang penyakit, tentang dokter, bahkan tentang bagaimana umumnya dialog yang terjadi antara dokter dan pasien.

Kembali pada hambatan utama penulis “angot-angotan”, keluasan wawasan dan keliaran imajinasi penulis juga dipengaruhi oleh pelayarannya dalam samudra buku. Karena itu, kembalilah membaca!

2 thoughts on “Penghambat Utama Menulis

Leave a comment